Kamis, 01 Oktober 2015

Bersuara Dalam Diam



Ada kesulitan dalam menyampaikan apa yang gua rasakan pada sekitar, bukannya tidak mempercayai atau tidak merasa nyaman namun gua gag bisa mengeluarkan kata-kata yang bisa dimengerti oleh mereka. Bukan kode yang gua utarakan, hanya saja apa yang gua pikirkan `tak sepenuhnya bisa dikeluarkan dengan baik oleh lisan.

Ketika kesulitan itu semakin menjadi-jadi, diam akan menjadi sandaran diri. Tetap hidup hari demi hari berkawankan diam. Meletakkan segala rasa dan rahasia dalam sanubari, menunggu saat yang tepat untuk muncul ke permukaan realiti.

Diam itu menenangkan, seperti obat penawar melemahkan denyut hiruk pikuk sekitar yang memekakkan. Diam menolong saat gua hendak melupakan sesuatu, hingga tersadar ada sesuatu yang jauh dalam diri yang menunggu untuk dijabarkan.

Tanpa sadar, diam menjelma menjadi jurang dalam yang memisahkan. Jurang yang tetap membuat gua merasa aman. Seiring bergulirnya waktu, jurang itu semakin melebar membuat jarak semakin kentara hingga gua gag bisa lagi untuk melewatinya. Terisolasi dari kemungkinan adanya seseorang yang bisa membawa gua pergi dari jurang ini. Seseorang yang mungkin saja bisa membuat gua bercerita, bercengkrama, membantu gua merangkai kata yang bisa dipahami. Seseorang yang mengerti akan arti dari berusaha memahami.

Meskipun sejatinya diam itu adalah ucapan. Ucapan yang hanya bisa dimengerti dengan cara yang berbeda dan oleh orang yang berharga pula. Bagaimanapun, diam adalah sifat yang selalu memiliki artian berbeda untuk setiap manusia. Namun semua akan berujung pada kata-kata yang tepat, waktu yang tepat, dan orang yang tepat. Menikmati dalam diam, menikmati sebuah proses perjalanan sebagai manusia yang menyukai malam temaram.

Rawamangun, Jakarta Timur


***

Jumat, 25 September 2015

Taman Cattleya, "Hidden Park" at Jakarta



Meski hari ini adalah Hara Raya Idul Adha dan posisi gua yang sedang di tanah rantau jauh dari kampung halaman, gua gag pengen bermuram durja saja di rumah. Gua harus menghibur diri karna jauh dari keluarga saat moment penting itu gag enak banget bro, kalau lo perantauan pasti lo tahu rasanya gimana. Setelah sholat Jum'at, gua coba-coba browsing nanya ke om gugel tempat-tempat antimainstream yang ada di Jakarta yang bisa buat gua nyaman selain jalan ke mall karna aktifitas di mall itu membosankan. Masih enakan kalau bisa puas belanja, nah gua yang dompet tipis setipis kulit bawang bisa apa? Cuci mata? Perih coyy cuci terus...hahahaha....

Awalnya gua terfokus ke Perpustakaan. Sudah lama juga gua gag ke perpustakaan, terakhir zaman kuliah dulu nyari bahan presentasi. Pindah dari satu situs ke situs yang lainnya, gua malah capek sendiri membaca info-info perpustakaan yang ada di Jakarta. Bukan apa-apa, tapi berhubung hari Jum'at yang notabene jam kerja karyawan yang pendek membuat gua agak merasa malas untuk pergi.

Berubah haluan dari perpustakaan, gua ubah kata kunci di kolom pencarian om gugle menjadi taman. Pergi ke taman disaat begini rasanya menyenangkan dan pas buat menghilangkan rasa bosan. Jakarta punya sekitar 88 taman kota dan sialnya gag ada satupun tempat yang gua kenal. Shittt....gua buta akan Jakarta tapi gua tetap mau jalan keluar hari ini. Gag patah semangat, gua tetap cari alamat taman kota terdekat dari rumah dan pilihan gua jatuh ke Taman Kota Tomang atau yang lebih kece dipanggil Taman Cattleya. Lokasi yang dekat dengan Mall Taman Anggrek atau tepat disamping Gerbang Tol Tomang membuat gua pede untuk pergi ke taman ini karna gua kenal daerahnya.

Perjalanan gua di mulai dari Halte Slipi Petamburan, kemudian turun di Halte S. Parman Podomoro City. Berjalan melawan arah sekitar 30 meter akhirnya gua tiba di taman yang namanya diambil dari salah satu nama bunga anggrek berkelopak enam dengan warna ungunya yang cerah.
taman Cattleya
Taman dengan luas sekitar 3 Hektar ini bagai oase di tengah padang pasir. Berada ditengah-tengah jalan layang yang melintang dan gedung-gedung tinggi sungguh membuat taman ini begitu vital (untuk gua pribadi). Semilir angin, anak-anak yang banyak bermain di taman dan beberapa bapak-bapak yang serius memancing menjadi paket komplit ketika tiba di taman ini. Nyaman deh pokoknya, apalagi untuk manusia intro seperti gua, taman ini seperti surga diantara neraka macet dan panasnya Jakarta, hahahaha....

Gapura taman Cattleya
Taman ini juga punya jogging track yang lumayan panjang dan sampai ke bagian taman paling belakang. Pas banget buat jogging pagi dan taman ini pasti gua masukin dalam list jogging track gua.

Crew TransTV yang sedang shooting
Pas gua kesini, ternyata lagi ada sesi pemotretan oleh kru-kru TransTV. Beuhh....model ceweknya bikin mupeng. Produk import soalnya bro, hahahaa....

Langsung tulis di tempat
Pergi ke pojok paling belakang taman dibawah pohon rindang, gua langsung nyender dan menulis artikel ini. Rasa nyaman membuat gua begitu lancar menggerakan jari-jari ini menuliskan setiap kata. So, lo udah kesini? Belum? Ayo...jangan ke mall terus!

Taman Cattleya, Jakarta Barat


***





Sabtu, 19 September 2015

Selamat Datang 21



Kayaknya kiamat memang sudah dekat deh, perasaan baru kemarin umur gua 20 tapi sekarang sudah naik satu peringkat menjadi 21. Satu tahun terasa berlalu begitu cepat, sudah 21 tahun kuota hidup yang gua pakai, sudah jutaan oxygen dibumi yang gua habisin selama 21 tahun ini (untung oxygennya gratis, kalau bayar bisa bangkrut gua), entah tinggal berapa sisa paket hidup gua yang masih tersisa. Only God knows.

Ngomongin tentang ulang tahun, well sebenernya gua tahu dan paham kalau dalam Islam itu tidak ada yang namanya perayaan atau peringatan tentang ulang tahun. Tapi, gua menulis ini bukan bagian dari perayaan ulang tahun gua, hanya saja gua menulis artikel ini sebagai pengingat gua bahwa jatah hidup gua sangat nyata sudah berkurang.

Ulang tahun itu identik dengan perayaan, kue, dan manusia-manusia para tamu undangan baik itu keluarga, teman, sahabat, gebetan, pacar, mantan, atau yang lebih extremnya lagi mungkin selingkuhan. Tapi, itu semua tidak berlaku buat gua. Sejauh yang gua ingat, gua hanya pernah sekali merayakan ulang tahun. Yup, sekali doang mamen! Waktu itu gua ingat betul, gua baru pulang sekolah. Masih berseragam putih merah, gua dapat surprise dari Mama gua tercinta. Baru saja gua melangkahkan masuk ke dalam rumah, Mama nongol dari dapur dengan dua tangan memegang sebuah kue bulat berwarna putih dengan hiasan bunga-bunga warna warni diatasnya. Waktu itu, kita berdua makan kue dengan sangat santai dan bahagia. Moment dimana ulang tahun gua yang 10 hanya ada gua dan Mama. Oh God, I really fucking miss that moment!

Itu perayaan pertama dan sampai saat ini belum pernah ada perayaan seperti itu lagi. Sedih kah gua? Irikah gua dengan teman-teman yang selalu merayakan ulang tahun mereka setiap tahunnya? Well, jawaban gua adalah tidak! Mungkin karna sudah biasa tidak dirayakan gua malah jadi terbiasa, malah aneh rasanya menerima ucapan bejibun selamat ulang tahun dari orang-orang, it's annoying.

Tapi gua selalu merasa kalau hari lahir gua adalah hari baik, oleh sebab itu ucapan terima kasih di hari baik akan menjadi hal baik pula buat gua. First of all, gua pengen berterima kasih buat creator terbaik yang pernah ada, Allah yang udah dengan baiknya ngasih udara, anggota tubuh, dan seluruhnya secara free buat gua. Gag kebayang deh, seandainya Allah minta charge atas apa yang udah Dia kasih, sampe kiamat pun gag akan bisa gua lunasi.

Second, sebenernya gua mau bilang makasih buat Mama dan Papa karna merekalah gua ada, terima kasih telah menjadikan gua seorang Muslim, melahirkan gua dengan darah keturunan asli Minangkabau, I'm so proud of it, tapi lebih berterima kasih lagi kepada Allah lagi karna telah mempertemukan mereka berdua puluhan tahun lalu, sampai akhirnya mereka memiliki anak laki-laki yang rada-rada kaya` gua hahahaha. Semoga, mereka gag shock punya anak macam gua. I Love amak den, I Love apak den!

Thrid, terima kasih buat kakak-kakak gua, abang-abang gua, dan adik-adik gua yang udah rela berbagi kasih dengan Mama dan Papa, yang udah rela gua repotin, yang udah rela gua bikin cemas dan susah. Pokoknya kalian semua itu peeeetttttjjjjjaaahhh banget deh!

Fourth, gag lupa terima kasih gua buat Bapak & Ibu guru gua dari TK sampai SMA yang udah ngajarin manusia bego yang satu ini jadi aga` sedikit lebih pintar hahahaha, yang udah marah-marah akibat sifat bandel gua, yang udah hampir heart attack akibat hasil jawaban ulangan matematika gua  yang selalu berupa makanan ondel-ondel alis nol besar. O iya, meski kuliah berhenti ditengah jalan, buat dosen-dosen gua di ******** dulu makasih juga udah mau ngajarin mahasiswa badung yang satu ini. Kalian semua, asli pahlawan tanpa tanda jasa!

Crap, udah kaya` pidato aja ya gua barusan, puanjang banget! Biarin!! Ini hari ulang tahun gua, gua bebas mau ngapain hahahaha

Jujur, bukan hanya terima kasih yang mau gua utarakan tetapi juga permintaan maaf. Ucapan maaf untuk semua manusia-manusia yang pernah ada disekitar gua, yang mengenal gua, yang pernah gua sakitin, gua mohon maaf banget. Terkadang apa yang gua lakukan itu, bukan kemauan gua tapi keadaan yang memaksa. Sifat childish gua kadang atau bahkan sering membuat kalian jengkel, gua mohon maaf. Menjadi dewasa itu gag gampang kayak ngelepas kolor. Susah! Jam terbang gua sebagai manusia baik masih sedikit, jadi harap dimaklumi kalau gua agak bejat-bejat gimana gitu.

Hmmm...apalagi ya? Ucapan terima kasih sudah, permintaan maaf juga sudah. Eittsss, hampir lupa. Harapan dan doa. Gua cuman berharap apa yang gua targetkan untuk sepuluh tahun ke depan bisa terlaksana dengan sukses. Bisa ini bisa itu, dapat ini dapat itu. Buanyak deh. Berkahi Yaa Rabb! Sebagai penutup, SELAMAT MENUA, AKHSAN!



Grogol Petamburan, DKI Jakarta


***

Sabtu, 05 September 2015

Hallo, September!



Hello September, kita bertemu kembali menyambut kedatangan lo dengan sebuah harapan. September selalu punya daya tarik tersendiri buat gua, seperti memiliki rasa magis yang hanya ada pada bulan ini. Tentang rasa yang tak akan habis untuk dibicarakan, aroma cinta dan helaan nafas yang masih tetap menjadi favorit.

Masih dengan mulut yang terus menguyah stick cheese snack, gua merangkai menyambungkan huruf demi huruf menjadi kata yang bersuara dengan berlatarkan sebuah simfoni lagu. Lagu yang menjadi simbol kita, lagu kita. Waktu itu, tepian embung bersiramkan cahaya jingga matahari memeluk di saat terakhir kita. Tepi yang tahu betapa kehilangan mengajarkan untuk mengikhlaskan.

Selamat datang September, bulan dimana gua menghirup dunia untuk pertama kalinya. Banyak harapan baik gua semoga terjadi di bulan ini. Akan gua tunggu dengan penuh harap, berharap cinta datang dalam cara yang sederhana namun istimewa. Namun yang pasti, doa, sayang dan rasa rindu yang terlanjur menggunung akan selalu untuk diri lo. Sebuah cara mencintai manusia kelahiran September, 'cause you're the best ever.

Rawamangun, Jakarta Timur


***

Jumat, 14 Agustus 2015

Siapkah Untuk Jatuh Cinta Lagi?



Dalam setiap langkahan kaki dan tarikan nafas, kita berada pada kontur bumi yang berbeda. Jarak antara Suwarnadwipa dan Javadwipa memainkan peran memisahkan pelukan. Kita tidak pernah bertatapan, berbicara lagi.

Naskah hidup mengeluarkan ajiannya, mengendalikan hidup dan perasaan. Kita dipindahkan dan disingkarkan dalam permainan kehidupan. Layaknya bidak catur yang rapuh, kita bertemu. Sama-sama lelah setelah mengalahkan hitam putih kehidupan. Lo datang, gua menyambut. Lo pergi, gua bertekuk lutut.

Namun senyap lenyap saat kita angkat bicara. Hening sangat membenci kita. Sepi telah ambruk tak berbentuk, hancur remuk. Gua hadirkan canda, lo suguhkan tawa. Bersama, kita santap nikmat impian kita.

Saat lo merasa sepi. Tidak perlu berteriak karna itu akan membiarkan sepi menang. Rebahkanlah raga pada diri gua, biar gua menjadi alas kehangatan. Pikirkan gua dan semuanya akan baik-baik sahaja.

Jadi, siapakah kita untuk jatuh cinta lagi!?

Rawamangun, Jakarta Timur


***

Selasa, 04 Agustus 2015

Demi Sebuah Passport



Motto sesat yang mengatakan "Selagi masih bisa dipersulit, kenapa musti dipermudah?" ternyata sangat menguji kesabaran, ini gua alami ketika gua melakukan proses pembuatan paspor dan ini ceritanya....

Senin, 27 Juli 2015
Jam enam pagi, saat udara masih terasa sangat dingin membekukan persendian gua sudah bertolak dari Lubuk Basung menuju Bukittinggi. Hari ini gua mau membuat paspor sebagai persiapan jikalau gua mendapatkan line kapal keluar negeri nanti. Off course, semua berkas kelengkapan sudah gua persiapkan sedari malam....
Selang dua jam kemudian, gua tiba di Kantor Keimigrasian Kelas II Kota Bukittingi di Koto Hilalang. Suasana pagi yang cerah dengan latar belakang gunung Marapi agak meringankan pegal dipunggung. Setelah memarkirkan motor gua lantas menghampiri seorang petugas satpam, menanyakan dimana loket untuk pembuatan paspor baru. Namun jawaban yang gua terima sangat pahit dipagi yang indah ini. Dalam sehari kantor keimigrasian hanya melayani 40 orang dan nomor antrian sudah habis sejak jam enam pagi. Lemas rasanya mendengarkan penjelasan dari satpam tersebut.
Tidak mau kecolongan untuk yang kedua kalinya, gua berkeinginan untuk menginap saja di Bukittinggi agar besoknya gua bisa kebagian nomor antrian. Namun setelah gua pikir-pikir, daripada keluar uang hanya untuk satu malam lebih baik gua bermalam saja di rumah bako gua di Simarasok yang juga gag terlalu jauh dari kantor ini. Which is bisa untuk menghemat pengeluaran gua lah, hahaha.....

Selasa, 28 Juli 2015
Selepas sholat Shubuh, sekitar jam setengah enam pagi gua langsung tancap gas dari Simarasok ke Koto Hilalang. Pokoknya hari ini gua harus dapat nomor antrian. Suasana memang masih pagi buta, namun parkiran sudah penuh dengan motor dan mobil orang-orang yang memiliki urusan di kantor keiimigrasian. Awalnya gua dengan pede berpikir kalau gua bakal dapat nomor antrian top 10, eh tahu-tahu saat satpam membirakan berkas dan nomor antrian gua malah kebagian nomor 27. Shittt....
Disini nih mulai proses yang gua rasa agak membuat kesal. Saat nomor antrian gua dipanggil, gua keluarkan semua syarat-syarat pembuatan paspor baru mulai dari FC KTP, FC KK, dan FC Akta Kelahiran plus berkas-berkas aslinya. Dicek satu persatu sama petugasnya. KTP aman, Akta juga aman, cuman bermasalah di KK. Ada bekas tinta perbaikan di KK gua dan pihak keimigrasian menolak surat KK tersebut. Gua diharuskan mengurus/memperbaiki KK tersebut di Kantor Dinas Catatan Sipil. Gua sempat berargument hebat dengan petugas tersebut, karna menurut gua ini tidak masalah sama sekali, toh semua datanya sama dan tidak ada yang mencurigakan. Hanya kertas KK yang sedikit cacat, namun petugasnya tetap bersikukuh tidak mau memproses berkas-berkas gua.

Terpaksa, gua balik lagi ke Catatan Sipil untuk memperbaharui KK, dan ini juga tidak gampang. Antrian sudah sampe 300 lebih saat gua tiba di kantor Catatan Sipil. Ondeeehhhh....kepala gua rasanya berdenyut-denyut mau meledak. Dengan penuh kesabaran, ini itunya surat KK gua yang baru sudah keluar, namun pukul telah menunjukkan lima sore which mean jam kantor sudah tutup. Sial, terpaksa gua menginap satu hari lagi di Simarasok.

Rabu, 29 Juli 2015
Hari ketiga, dengan perasaan malas yang sangat buesar gua balik lagi ke kantor keimigrasian. Berkas gua lulus pemerikasaan. Fuihhh....lega rasanya. Sekarang tinggal menunggu panggilan ke ruang foto dan wawancara. Ini prosesnya juga lama dan gua rasa pantat gua jadi menipis beberapa milimeter akibat kelamaan duduk -__-

Senin, 3 Agustus 2015
*sujud syukur* akhirnya si buku ijo kecil ini bisa juga gua peroleh....
Tiket ke luar negeri sudah digenggaman tangan
Bukit Tinggi, Sumatera Barat


***

Jumat, 24 Juli 2015

Malala Seharian di Kota Padang



Sebenarnya tulisan ini menyambung cerita tentang liburan keluarga gua dari Riau  yang mudik ke Sumatera Barat. Setelah sempat menikmati keindahan Pantai Pasir Putih di Tiku (ceritanya ada disini), dua hari kemudian rombongan langsung tancap gas ke kota Padang. Ayah yang sangat jarang pulang ke Padang sangat bersemangat membawa kami semua untuk pergi ke rumah Dadang, maklum dua Bapak-bapak ini sudah lama tidak berjumpa.

Kami semua berangkat meninggalkan kota Lubuk Basung sekitar pukul delapan pagi. Perjalanan aman terkendali meskipun masih ada beberapa kemacetan dibeberapa titik, ditambah lagi mobil yang sempat "batuk-batuk" di daerah Kota Pariaman setelah adu cepat dengan truk tronton pengangkut bahan bakar. Maklum mobil tua, udah agak "sesak nafas" kalau dipaksa bawa laju :D

Meski Lebaran sudah memasuki H+6, jarak Lubuk Basung - Padang yang biasanya tembus ditempuh dalam waktu 1½ atau paling lama 2 jam harus kami lalui selama 3 jam lebih. Mendekati tengah hari sekitar jam sebelas siang, panas terik dan hawa yang membuat keringat mengucur deras (sederas tangisan saat putus) menyambut kedatangan kami sekeluarga di rumah Dadang. Salam sana salam sini, cipika sana cipiki sini...

Lepas menunaikan sholat Dzuhur, dilanjutkan dengan makan siang dan setelah itu semua orang pada istirahat. Terjebak macet itu punya rasa (kangen) lelah tersendiri. Sore harinya lepas sholat Ashar, kami langsung menuju destinasi raun-raun di Padang kali ini. Tak lain dan tak bukan adalah Tapi Lauik (Tepi Laut). Jarak dari rumah Dadang menuju Taplau tidak terlalu jauh, cukup 10 menit  sudah langsung mendarat mulus.
Taplau with my fams

Taplau with my Little Brother
Sebagai tempat wisata paling dekat, Taplau sore itu ramai oleh pengunjung. Semua berbaur menjadi satu menikmati hembusan angin dan hangatnya sinar mentari sore. Ada yang membuat salut sama tempat ini, tidak seperti Kota Bukittingi yang sempat geger karna tarif parkir yang "meledak" sampai 20 ribu saat lebaran, di Taplau ini mau Lebaran ataupun enggag tarif parkirnya tetap normal. Gag jauh-jauh dari dua rebu perak....hahaha penting banget ya gua bahas ini, perhitungan banget kalau urusan uang keluar (harus dong!).
Diapit oleh Dua Orang Perempuan Terhebat Dalam Hidup Gua
Ayah gua yang sangat hobi memancing gag menyiakan-nyiakan kesempatan ini. Melihat debur ombak yang besar, beliau langsung (nyebur) mengambil alat-alat penacing yang sudah stand by di mobil. Namun karna kurang perhitungan, saat tengah asyik memancing tiba-tiba gulungan ombak datang dan nasib malang pun tak bisa ditolak, Ayah terkena hempasan air laut yang asin. Meskipun tidak jatuh, Ayah basah kusup dan lebih ngenesnya lagi banyak pengunjung Taplau tertawa melihat kondisi Ayah seperti yang seperti itu (padahal kami juga ikut ketawa, maafkan anakmu yang cengengesan ini ya Ayah). Kapok di "cium" ombak, Ayah pun hanya duduk-duduk di tepi Taplau :p

Susah Banget capture foto Ayah dan Ibu
Bareng Radha, ABG paling Labil se-Riau
Ini bukan foto orang pacaran. Ini cuman foto Mama dan Anak Laki-lakinya
Gag pernah pisah, selalu bertiga
Saat-saat yang ditunggu ketika datang ke Pantai tiba juga, yup sunset !!! Meski badan kurus gua kentara banget terlihat di foto ini, yang penting tetap ada bukti kalau gua dan sunset adalah combine yang pas (apa sih, gaje!), dan foto-foto ini disponsori oleh hape jadul gua.

Udah cocok jadi cover album religi belum? nyiahahaha

Entah apalah nama gayanya ini, asal jadi
Masih mau lanjut ceritanya gag!? Apa sampai disini aja? Lanjut aja lah ya, hahaha... Taplau beserta bonus Sunsetnya sudah puas kami nikmati. Raun-raun selanjutnya yang kami singgahi adalah Jembatan Siti Nurbaya. Meskipun gua udah pernah kesini, tapi rasanya kurang pas kalau belum membawa rombongan yang sudah jauh-jauh dari Riau sana untung datang ke tempat ini. Ketika kami sampai, macet total dijembatan membuat kami kebingungan. Antara mau pulang saja atau tetap disini. Koordinator parkir dan pengendara jalan yang parkir sembarangan membuat arus dua arah menjadi tersendat, meski pada akhirnya kami bisa juga untuk menikmati gurihnya (ciuman pertama) jagung bakar. Sayang beribu sayang, karna hari sudah malam jadi sesi foto-foto tidak bisa dilakukan. Hape jadul ini sungguh tidak bisa diajak berfoto saat gelap, huhuhu.... 

Nah, ada satu hal yang pengen gua beritahu. "Biasakanlah bertanya sebelum membeli, terutama harga", biar gag kaget pas bayar kayak gua. Delapan jagung bakar, ditambah dengan 2 pisang bakar dan 7 teh botol s*sro dibandrol dengan harga Rp 119.000,- Hahahaha, cukup mahal memang namun karna sekali-kali ya ga pa pa lah (walau gua tahu Ayah gua agak ngedumel pas ngebayar tagihannya).

Jam pun sudah menunjukkan pukul 22.30 malam namun raun-raun gua kali ini belum usai. Meskipun sempat pulang hanya untuk menunaikan sholat Isya, gua dan dua adik gua malala kembali dan tujuan kami malam ini adalah Masjid Raya Sumatera Barat. Masjid yang dimulai pembangunannya sejak tanggal 21 Desember 2007 ini rampung dan dibuka pada tanggal 7 Februari 2014. Wow, cukup lama juga ternyata. Ukiran yang menampilkan kaligrafi dan motif kain songket pada eksterior Masjid Raya sungguh sangat membuat decak kagum siapapun yang melihat. 

In front of tagline Masjid Raya

Duduk santai depan tagline Masjid Raya
Buat pengunjung yang mau berfoto di depan tagline Masjid Raya ini, demi kenyamanan bersama gua saranin untuk TIDAK MEMANJAT/MENAIKI/MENEKAN daripada huruf tagline tersebut. Kalau lo perhatiin dengan seksama, foto diatas menunjukkan kalau huruf D dari kata MASJID sudah miring dan itu sebenarnya sudah lepas, tapi "si pelaku" itu membuat huruf D seakan-akan masih berdiri dengan cara mengganjal huruf tersebut dengan dua batu besar sehingga masih bisa berdiri lagi. 'Kan gag lucu kalau pas mau foto lo malah dilarang sama penjaga/petugas masjidnya, dan juga untuk taman didepannya, please JANGAN DIPIJAK!

Watch your step!!
Rezeki anak baik emang gag pernah jauh, hahaha... Meski sudah larut malam, tapi ternyata gua  masih diizinkan oleh petugas Masjid untuk sekedar melihat-lihat bagian dalam masjid. Gerbang masuk masjid ini (gua lupa ngitung ada berapa) terbuat dari besi yang sangat kokoh dan banyak. Meskipun 90% dari lampu masjid telah dimatikan, namun tidak mengurangi kemegahan dari masjid ini. Saat memasuki masjid mungkin mulut gua menganga (untung gag ada yang memperhatikan). Ini masjid gila, gede banget!!! Karpet permadani dengan warna merah maroon pemberian dari Pemerintah Turki menjadi alas lembut masjid ini, belum lagi dengan mimbar khatib yang kalau gua bilang kece badai sekaleee... Masih belum cukup, Asmaul Husna dengan warna kuning emas cerah menghiasi langit-langit masjid. Subhanallah, rancak bana!!

Depan pintu gerbang masuk

Depan mimbar

Langit-langit masjid

Feeling so Free Here
Damn, sudah hampir setengah dua belas malam. Gua gag mau tidur di beranda rumah hanya karna gara-gara gua telat pulang. Seharian mengunjungi tiga tempat di kota Padang asli bikin lelah, tapi puasnya juga gag kalah hebat. Eh, by the way kapan lo kesini? Siapa tahu kita bisa jalan bareng :D

Padang, Sumatera Barat


***









Selasa, 21 Juli 2015

Liburan Basah di Pantai Tiku



Libur telah tiba...libur telah tiba....horeeyy horeeyy...hatikuu gembiraaa.... Berasa kembali menjadi anak-anak saat menyanyikan lagu ini di dalam hati!? It's okay, biar bisa awet muda lo harus sering-sering mengingat moment masa kecil yang bahagia.

Lebaran tahun ini, gua gag mudik dikarenakan Mama gua masih dalam proses pemulihan setelah terserang DBD, belum bisa bepergian jauh. Jadi, keluarga-keluarga gua yang tinggal di Riau dan Ombilin ( Sumatera Barat ) lah yang mudik ke rumah gua tahun ini. Hasilnya sudah bisa diduga, rumah penuh sesak dengan para mudikers yang datang :D

Hari pertama kedatangan memang gag kemana-mana. Namanya juga capek menempuh perjalanan jauh yaa pasti semuanya pada istirahat. Nah, dihari kedua ini nih baru pada semangat dan pengen nge-gas buat jalan-jalan. Awalnya ada dua opsi, pilih jalan-jalan ke nuansa pantai atau gunung, karna kebanyakan pilih opsi pertama jadi pilihan jatuh ke Pantai Pasir Putih yang ada di Tiku, Kec. Tanjung Mutiara, Agam, Sumatera Barat :D

Senyumnya maksa :3
Paginya semua bekal sudah siap sedia, mulai dari rendang, oseng tempe balado, nasi daun pisang, dan gulai sipadeh ikan bawal tersusun rapi dalam lunch box. Jam 09.30 mobil berangkat dari Lubuk Basung menuju Tiku, gag butuh waktu lama sekitar satu jam kami sudah sampai ditempat tujuan, baru gelar tiker langsung selfie....

Selesai makan (padahal gua cuman icip-icip sedikit), tanpa komando, gua dan adik-adik gua langsung membasahkan bahasanya diri ke bibir pantai. Entah karna di Riau emang gag ada pantai atau apa, adik-adik gua yang dari Riau malah protes ketika mereka gag sengaja meminum air laut yang nyatanya memang asin. That's was so funny, when I remember they asked me why the taste of sea is so brine.

Berenang sana sini, lompat sana sini. Hahahahaha, benar-benar "melepaskan" kegembiraan. Meskipun cuman bermodalkan hape dengan kamera biasa, yang penting selfiiieeeee.......

Trio Kwek-Kwek
Selfie lagi....

Abaikan muka gua yang sok serius :3
Masih ada lagi....

Bareng Mama :))

Bareng Ibu :))
Gua gag tahu udah berapa lama berenang di pantai, yang pasti sudah lama karna tangan gua udah putih pucat keriput macam tangan kakek-kakek. Setelah membersihkan diri di tempat pemandian umum yang disewakan oleh warga sekitar, kami pulang. Namun cerita belum berakhir, saat pulang anggota di dalam mobil bertambah satu makhluk hidup, ini dia penampakannya :D

Anggota tambahan
Jadi gini, waktu kami lagi santai-santai makan, ini kucing datang dan kayaknya nempel banget ama gua. Dikarenakan gua seorang cat lovers akut, gua langsung demen ama ini kucing. Jadi gua bawa pulang aja hahaha.... Well, liburan kali ini, seru dan berasa asinnya :D

Tiku, Sumatera Barat


***

Rabu, 15 Juli 2015

Buka Bersama Dadakan, Antara Tawa dan Malu



Awalnya gua mengira Romadhon 1436 H tahun ini akan menjadi bulan puasa pertama gua tanpa ada acara "Buka Bersama". Gua udah pesimis akut, bulan puasa sudah hampir diujung dan gua masih belum juga menerima satu pun undangan buka bersama. Ngenes banget kan bro....

Kenapa gua bisa sampe se ngenes ini? Well, gua juga gag bisa nyalahin siapa-siapa. Semua manusia yang pernah satu sekolah, satu angkatan, satu ruangan, satu kelas, bahkan makan satu piring sama gua pun sekarang sudah punya kehidupan maisng-masing, Teman-teman SD gua udah pada sibuk, sibuk ngurusin kuliahan mereka, sibuk ngurusin usaha mereka bahkan ada yang sibuk juga ngurusin keluarga kecil baru mereka. Teman-teman angkatan SMP dan SMA gua juga gag jauh-jauh dari sibuk yang gua sebutin diatas, dan gua juga sangsi apa mereka tahun kalau tahun ini gua pulang kampung . Lagian gag penting juga mereka tahu gua pulang kampung atau enggag. Secara, gua orang yang gag penting juga, nyiahahahaha....

Namun dibalik ngenesnya Romadhon gua tahun ini, ternyata Allah gag setega itu sama gua. Buktinya saat gua yang sedang dalam "krisis pertemanan" ini gua masih bisa merasakan yang namanya Buka Bersama, memang tidak bareng kawan-kawan sejawat tapi bareng keluarga besar Papa gua. Tahun ini semua kakak-kakak dan abang gua pulang kampung. Kakak perempuan gua (Ka Suci dan Ka Rindu ) dari Pekan Baru dan Abang gua (Bang Rival) dari Jakarta semuanya pada ngumpul dan ngumpulnya itu mendadak. Bang Rival yang pulang mendadak membuat kami semua juga kelabakan, gag ada persiapan sama sekali. Untuk mengisi perut para manusia-manusia yang lapar ini akhirnya terpaksa "ngeborong" semua makanan yang ada di rumah makan. Pakai rantang segala, gila gag tuh...udah kayak orang puasa seabad. Makanannya enak, suasanya ramai, dan memang beginilah seharusnya keluarga :))

Terselip kisah yang agak menggilitik kalau gua ingat-ingat. Jadi, waktu itu setelah sholat Maghrib dan kenyang menyantap semua makanan, ada beberapa yang berleha-leha di ruang tengah, ada juga yang main kembang api. Bukan gua apalagi nenek gua pastinya yang main itu kembang api, tapi anak-anak kecil keponakan gua. Gua menuju dapur untuk mengambil segelas air buat Mama gua, nah didapur waktu itu ada Ka Suci dan Ka Rindu. Kami bertiga berjalan kembali ke ruang tengah dengan posisi lurus dengan gua yang berada paling belakang. Mendadak Ka Rindu kelupaan ngambil sesuatu jadi dia balik lagi ke dapur. Nah otomatis gua sekarang dibelakangnya Ka Suci, and guest what happened next. Tiba-tiba Ka Suci "ngebombardir" gua pake jurus angin tornadonya. Gua dikentutin bro....dan suara kentutnya itu kenceeeennnggg banget. Dengan wajah polos tak berdosa setelah ngentutin gua, Ka Suci noleh kebelakang dan dia keliatan terkejut banget. Dia mengira yang dia kentutin adalah Ka Rindu, eh ternyata malah gua. Gelak tawa pun gag terhindarkan. Papa, Mama, dan Bang Rival yang berada diruang tengah pun juga gag bisa menahan tawa. Kentutnya emang gag bau, tapi gua tahu betapa malunya Ka Suci diketawain satu rumah, mukanya merah kayak pantat bayi baru lahir :p

So far, untuk bulan puasa kali ini gua memang gag ada buka bersama dengan kawan-kawan sejawat, tapi seengagnya Buka Puasa Bersama Keluarga juga gag kalah hebat!

Lubuk Basung, Agam


***



Kamis, 09 Juli 2015

Ketika Mama Sakit



Kalau tagline dari Avatar adalah “semua berubah saat Negara Api menyerang”, cerita gua kali ini taglinenya adalah “semua berubah saat DBD menyerang” dan kali ini yang diserang adalah Mama gua sendiri. Kisahnya begini…

Kamis, 2 Juli 2015
Sejauh yang gua ingat, hari itu suasana rumah masih seperti biasanya. Masih santai berleha-leha karna siang hari begitu terik. Rasa haus begitu terasa karna puasa. Malam harinya setelah sholat Isya, Mama langsung tidur. Tumben, pikir gua. Biasanya beliau santai-santai dulu sambil nonton tv.

Jum’at, 3 Juli 2015
Setelah rapi, bersih, dan wangi gua siap-siap hendak pergi ke Masjid menunaikan Sholat Jum’at berjamaah. Celingak celinguk mencari keberadaan Mama karna gua hendak pamitan mau pergi. Loh, siang hari yang begitu panas mama malah berselimut di dalam kamar. “Mama kenapa?”, tanya gua. Gua tempelkan tangan gua ke kening beliau. Terasa sangat panas, ini pasti demam. Waktu itu gua menduga cuman demam biasa, jadi gua cuman memberikan obat parasetamol saja. Berharap demam beliau segera sembuh.

Sabtu, 4 Juli 2015
Keadaan mama gua kian bertambah buruk. Pagi itu mama langsung dilarikan ke Puskesmas terdekat. Gua menduga ini bukan bintang demam biasa. Pasti DBD dan ternyata setelah diperiksa petugas paramedis memang positif DBD. Gua langsung balik pulang kerumah, menyiapkan semua kebutuhan selama di Puskesmas nanti. Mulai dari bantal, selimut, pakaian ganti lengkap, serta tiga botol air mineral besar yang gua beli di dekat rumah. DBD kan harus minum banyak air putih. Hari pertama dirawat, suhu tubuh mama naik turun secara drastis. Terkadang sangat panas, terkadang mengigil kedinginan seperti berada di kutub. Benar-benar unpredictable, ditambah lagi dengan mual dan mencret hebat. Puskesmas memang tidak selengkap Rumah Sakit, jadi gua harus bolak balik ke laboratorium untuk memberikan sampel darah dan rasanya hari itu lelah luar biasa. Ingin rasanya membatalkan puasa karna rasa haus yang ‘tak tertahankan, tapi Alhamdulillah masih kuat sampe Maghrib (hehehe…) Mama gua itu tipe orang yang sangat rewel kalau sedang sakit, bukannya gua gag tahu gimana rasanya kena DBD (karna waktu di Jogja dulu gua juga pernah kena DBD) tapi mama sangat susah disuruh untuk minum air putih. Kalaupun dipaksa, pasti muntah lagi. Hasil lab pun memberi gambaran serupa, trombosit mama turun sampe 126.000 dengan suhu 39,50C sangat membuat gua frustasi.

Minggu, 5 Juli 2015
Mama terlihat lebih baik daripada kemarin, bahkan beliau sudah mulai ada nafsu makan. Gag rewel lagi kalau gua suruh banyak minum, makan buah, dan minum obat. Hanya saja itu cuman bertahan beberapa jam. Panas tinggi kembali silih berganti dengan rasa dingin yang luar biasa. Ini bahkan berlanjut sampai malam. Gua gag bisa tidur karna harus memantau keadaan mama. Menemani ke kamar mandi, memegangkan gelas agar beliau bisa minum, memijit, atau sekedar mengelap keringat. Ngantuk banget, cuman gua tahan karna dulu gua juga dijagain full 24 jam hehehe…. Berbagai macam obat juga sudah gua berikan, mulai dari jus jambu biji, pocari sweat, sari buah kurma, air rebusan beras merah yang langsung gua pesan dari Padang bahkan ramuan herbal ANGKAK pun juga gag luput gua kasih. Namun tetap saja, apa yang sudah masuk ke dalam perut pasti dimuntahkan kembali.

Senin, 6 Juli 2015
Hasil lab di hari kedua dirawat menunjukan hasil yang cukup memuaskan, trombosit mama yang dari 126.000 naik menjadi 133.000. Meskipun begitu, rasa nyeri di ulu hati masih tetap ada. Muntah-muntah dan mencret gag pernah berhenti. Semakin parah saat malam hari, sedetikpun mama gag luput dari pantauan gua. Panas tinggi dan rasa dingin yang mengigil datang silih berganti kaya kenangan mantan.

Selasa, 7 Juli 2015
Yiiipppiiiiii, suhu tubuh mama sudah normal. Dari pagi sampai malam tidak ada perubahan drastis. Nafsu makan mama sudah kembali, bahkan beliau sudah bisa jalan sampai ke ruang tunggu di lorong Puskemas. Hasil lab di hari ketiga pun menunjukkan irama serupa. Trombosit mama sudah sampai 140.000 dan terus membaik. “Besok kita bisa pulang nih”, kata gua :))

Rabu, 8 Juli 2015
Ternyata kami cuman di PHPin. Mama kembali drop, namun bukan karna suhu tubuh yang tinggi, muntah, atau mencret lagi tapi karna sakit kepala yang luar biasa. Para paramedis yang berjaga dan dokter juga terheran-heran. Normalnya pasien DBD tidak mempunyai gejala seperti ini. Hari ini batal pulang mengingat kondisi mama yang tidak memungkinkan. Dari pagi, sakit kepala mama semakin bertambah parah, dan ini berlangsung sampai malam. Gua juga harus bolak-balik ke Rumah Sakit untuk membeli obat karna obat-obatan di Puskesmas tidak begitu lengkap.

Kamis, 9 Juli 2015
Sebenarnya fase kritis dari penyakit DBD mama sudah terlewati dan mama dinyatakan sembuh, namun gara-gara “penyakit dadakan” sakit kepala ini dokter enggan untuk mengizinkan mama untuk pulang. Tapi mama tetap bersikeras ingin pulang. Saat tulisan ini dibuat, mama gua sedang beristirahat dikamar. Sakit kepalanya memang tidak sehebat hari kemarin, cuman sepertinya suasana rumah lebih membuat nyaman dibandingkan dengan di Puskesmas. Obat-obatan yang diberikan oleh dokter nampaknya juga sudah mulai bereaksi dan Alhamdulillah sekarang kondisi mama gua sudah jauh lebih baik. Mungkin memang harus banyak istirahat, karna asli kena DBD itu bikin badan lemah selemah-lemahnya.

catatan : mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa mama gua dirawat di Puskesmas bukannya di Rumah Sakit. Gua dan keluarga punya alasan tersendiri kenapa memilih di rawat di Puskesmas. Ini sebenarnya simple namun sangat penting terutama bagi pasien. Keramahan. Yup, keramahan. Bukannya mau menjelek-jelekan RSUD gua sendiri, hanya saja para paramedis di RSUD disini terkenal dengan keramahannya yang rendah. Berbeda dengan di Puskesmas tempat mama gua dirawat, paramedis disini ramah dan ucapannya sopan. Namun diluar dari itu, sehat itu mahal memang terbukti adanya. So, tetap jaga kesehatan ya :))
Lubuk Basung, Agam

***

Jumat, 01 Mei 2015

Menyerah? Jangan Harap !!!



Beuh, debu-debu di blog ini sudah menebal seperti karat di anjungan kapal saja. Sorry to say guys, gua baru sempat nulis lagi karna frekuensi  mood gua akhir-akhir ini sedang pasang surut (read, labil). O yeah, this is May and you should already know that today is May Day. 1 Mei adalah harinya para buruh dan sekarang di Bundaran HI dan sekitar Sudirman sana semuanya lagi pada demo. Manusia tumpah ruah di jalanan, but postingan kali ini gag akan ada sangkut pautnya dengan buruh hehehe…
By the way, anyway and the busway (apa sih gaje lo) lo pernah gag ngerasain kegagalan? Gua rasa pasti pernah lah ya. Entah itu kegagalan dalam pertemanan, pendidikan, maupun percintaan. OK gua akui kalau poin yang terakhir itu emang nyesek banget di dada, trust me I know how that’s feeling. Tapi bukan itu yang mau gua bahas, kali ini gua mau bahas tentang kegagalan gua dalam pendidikan.

Flashback ke tahun 2009. Gua ingat banget tahun itu, tahun ketika gua lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dengan rasa percaya diri gua ngelamar ke sebuah sekolah paling favorite di Provinsi gua. Sekolah yang berada di tepian Danau Maninjau nan indah. Sekolah yang memiliki asrama, seragam seperti taruna dan kurikulum yang sangat baik. Beuhh, gua pasti keren kalau gua bisa sekolah disini, seperti itulah pikiran gua kala itu. Semua syarat dan test (fisik dan tertulis) gua lalui dengan lancar, dan hari pengumuman kelulusan tiba. Gua gagal! Perasaan gua waktu itu campur aduk, rasanya seperti kopi dicampur dengan susu kambing, dua butir kuning telur, madu, daun sirih, kemenyan, kulit manis bakar, dan sedikit upil berdiameter 2,5 cm. Gag karuan bro! Gua langsung menghadap ke Yang Maha Kuasa ruang kepala sekolah, mempertanyakan kenapa gua gag lulus seleksi. Bukannya sombong, tapi selama test tertulis gua merasa mampu menyelesaikan semua jawaban walaupun ada beberapa soal yang memang sulit untuk gua pecahkan. Gua meminta kepala sekolah untuk memperlihatkan lembar jawaban gua. Jika memang banyak jawaban yang salah berarti memang gua yang bodoh, tapi kepala sekolah menolak dengan alasan itu adalah rahasia sekolah. Rahasia apaan, fvck banget dah. And you know what, gua semakin tersulut emosi saat mengetahui teman satu les gua lulus padahal satu sekolahan tahu kalau doi itu IQ nya jongkok (walaupun setahun kemudian gua tahu kalau dia DO (drop out) karna gag kuat hahaha).

Gagal dipercobaan pertama gag membuat gua patah arang. Target gua selanjutnya adalah sebuah sekolah farmasi terkenal di kota berudara sejuk, Bukittinggi. Menjadi apoteker tidaklah buruk, that’s would be fun. Sama seperti sekolah sebelumnya, semua syarat dan test (fisik dan tertulis) gua lalui dengan lancar jaya tapi hasilnya tetap sama. Gua gagal untuk yang kedua kalinya, tapi kali ini bukan gua yang ngotot untuk mempertanyakan kenapa gua gag lulus. Mama gua langsung menyambangi kantor sekolah, tapi lagi-lagi pihak sekolah tidak mau memberikan lembar jawaban gua dengan alasan rahasia sekolah. Usut punya usut, gua diberitahu oleh salah satu senior di sekolah itu bahwa sepintar apapun kalau tidak memiliki orang dalam gag akan mungkin bisa masuk. Shit, seburuk inikah sistem pendidikan di Indonesia? Tapi gua sedikit lega, meskipun gagal tapi gua peringkat 20 besar nilai kelulusan. How do I know that? Senior itu yang member tahu, karna dialah yang memeriksa semua lembar jawaban. Kecewa, pastinya! Mungkin gua emang gag jodoh dengan sekolah ini. Gua mungkin jodohnya sama lo, hahaha…

Waktu tahun ajaran baru semakin mepet, sedangkan gua sudah ditolak di dua sekolah. Tidak ada pilihan lain lagi, sekolah formal biasa menjadi pilihan terakhir. Meskipun agak berkecil hati, tapi ini masih jauh lebih baik daripada orang-orang diluar sana. Banyak yang tidak bisa sekolah. Alhamdulillah, gua masih bisa sekolah :))

Horeeeeee…..tahun 2012 gua lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Manis pahitnya kehidupan putih abu-abu sudah gua rasakan. Banyak kenangan seru, sedih, tawa, dan canda terpatri dalam dada. Kelulusan identik dengan coret-coretan baju, tapi karna kepribadian gua yang agak sedikit berbeda (read, introvert) setelah pengumuman kelulusan gua langsung pulang. Oleh sebab itu, gua gag punya foto bersama teman-teman kelas gua yang penuh dengan warna warni dari cat semprot. It’s okay…
                Selanjutnya apa? Yup, lanjut ke perguruan tinggi. Jika teman-teman gua sibuk bimbel sana sini, gua malah sebulan penuh liburan di kota bertuah, Pekan Baru. Bukan tanpa alasan, karna enam bulan sebelum kelulusan gua sudah sibuk duluan. Mengurus semua berkas-berkas untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Swasta di kota pelajar, Yogyakarta. Menjadi seorang sarjana pertanian (SP) memang bukan cita-cita gua, tapi melihat prospek dijanjikan kedepannya baik makannya gua tertarik.

September 2012, kehidupan gua sebagai mahasiswa di kota gudeg dimulai. Semua berjalan baik dan menyenangkan. Mulai dari nilai-nilai dari setiap semester gua yang memuaskan, bertemu manusia-manusia dari Aceh sampai Papua, nuansa Jogja yang sangat nyesss di hati. That’s was so amazing, dude. Gua juga gag akan lupa saat gua terjangkit Demam Berdarah (DBD) pasca liburan semester tiga. Hahaha, rasanya waktu itu gua pengen cepet-cepet ke alam barzah. Sakitnya gag ketulungan.

Kesenangan gua berakhir, tahun 2014 adalah tahun terburuk dalam hidup gua. Nilai semester gua anjlok, semua nilai-nilai gua turun seterjal jurang di laut Mediterania. Orang tua kecewa, dan keputusan akhir adalah gua “dipulang paksa”. Gagal untuk yang ketiga kalinya. Apa yang terjadi setelah itu gag bisa gua ceritakan, sejauh yang gua ingat adalah rasa duka, malu, dan kecewa yang sangat teramat dalam. Catatan hitam terbanyak yang pernah gua tulis. Gua menarik diri dari peredaran. Diam adalah hal paling nyaman untuk gua lakukan saat itu (meskipun sampai sekarang gua masih nyaman dengan itu). Banyak tawaran dari orang-orang sekitar mulai dari pesantren, Pegawai Negeri Sipil (PNS), bank atau apalah itu. Gua menolak semuanya mentah-mentah. Saat itu dunia berasa hitam putih. Gag ada semangat sama sekali untuk hidup, bahkan untuk sekedar bernafas pun gua merasa malas. Kegagalan demi kegagalan terasa terus mentertawakan hidup gua. Gua down, berada dititik nadir terendah.

Awal tahun 2015, tawaran terakhir muncul dari abang tiri gua. Awalnya gua juga menolak karna menjadi seorang peluat bukanlah cita-cita gua. Sama sekali tidak pernah terlintas untuk bisa menjadi seorang seaman. Namun ketika melihat orang tua gua terutama Mama, gua kembali berpikir. Gua gag mungkin selamanya terus begini. Gua punya hidup yang harus gua jalani, gua juga punya adik yang menjadi tanggung jawab sampai mati. Gua harus bangkit! Masa lalu gua boleh kelam, tapi masih ada kemungkinan gua untuk mencerahkan masa depan. Tawaran tersebut gua terima, and here I’m now at Jakarta. Meskipun jalan gua untuk menuju kesuksesan masih lama, tapi gua optimis perjuangan gua kali ini gag akan sia-sia. Menyerah, Jangan Harap !!!

Rawamangun, Jakarta Timur



               
*** 

Minggu, 19 April 2015

Teruntuk Istri Masa Depanku



لسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَات  Salam rinduku untukmu, Istri Masa Depanku.

Entahlah, laki-laki itu paling sulit untuk mengatakan cinta secara verbal. Oleh sebab itu aku beranikan diri untuk menulis surat ini dengan harapan agar kata yang tak bisa diucapkan oleh bibir ini bisa tersampaikan. Hanya untukmu, untukmu seorang.

Kau tahu, orang bilang mempercayai sesuatu tanpa melihat langsung dengan mata kepala sendiri adalah bodoh. Tetapi bagiku, mempercayai bahwa aku jatuh cinta padamu adalah suatu hal yang pasti. Pasti ada, sebagaimana aku meyakini bahwa Allah itu memang ada dan Nabi Muhammad itu memang nyata adanya. Saat ini, aku memang buta akan siapa dirimu. Bagaimana dirimu, dimana kau tinggal, apa yang sedang kau lakukan saat ini bahkan aku tidak tahu apakah kau juga sedang memikirkanku sebagaimana aku memikirkanmu saat ini?

Istri masa depanku, dengarkanlah. Aku selalu menyematkan namamu didalam bait do’a-do’aku. Memohon pada Yang Maha Kuasa agar aku bisa menikahimu suatu hari kelak. Sajadah sebagai tempat aku memohon meletakkan kepalaku dalam posisi yang paling rendah, memohon agar kau bisa menjadi teman hidupku. Walau demikian, aku tidak ingin tergesa-gesa untuk bisa menemuimu. Aku pinta pada Allah untuk semakin mematangkan pikiranku, agar saat kita bertemu kelak kau akan merasa bahwa aku memang calon imam yang pantas untuk dirimu.

Wahai istri masa depanku, saat ini aku tengah terengah-rengah mendaki untuk bisa meraih mimpi-mimpiku. Oleh sebab itu, kumohon kau untuk bersabar dan tetap mendoakanku dari jauh agar saat kita bertemu nanti kau tak kan perlu menderita.

Kau adalah orang yang akan paling tahu tentang luar dan dalamnya diriku. Aku berharap kau akan selalu menyemangati diriku saat kelelahan. Kau akan menuruti segala kata-kataku dan menjadi istri sholehah yang patuh, tapi tenang saja aku tidak akan mengekang hidupmu setelah menjadi istriku. Aku tidak sejahat itu sayang. Layaknya berhijab, kau akan merasa terbuka saat tertutup. Kebebasan adalah hak dirimu selama masih layak sebagai seorang istri. Kau akan tetap terus menyiram cinta kita setiap hari sehingga pohon tersebut akan tumbuh semakin besar dan menancap dalam dihati kita masing-masing.

Saat kita pergi ke suatu tempat. Akulah yang akan menanggung semua bebanmu dan sebagai istri yang berbakti kau akan selalu siap untuk mengusir semua rasa lelahku. Jika hari ini aku hanya berfotokan seorang diri, percayalah suatu hari nanti akan ada foto dimana tanganku memagang kamera dan kau memeluk erat pinggangku dengan senyum. Senyum kita mengembang memancarkan kebahagiaan, istriku.

Aku sadar, pernikahan kita tidak akan selamanya mulus. Tetapi layaknya nahkhoda yang mengendalikan sebuah kapal, aku akan selalu butuh dirimu untuk memperbaiki semuanya. Tanpa dirimu, aku akan gagal membangun pernikahan ini. Jika suatu saat nanti, aku tidak adil dan bijak dalam memimpin aku mohon kau untuk tidak segan-segan menegurku. Aku hanya manusia biasa dan juga bisa salah. Apapun yang kau katakan padaku, pastilah untuk kebahagiaan kita berdua.

 Wahai istri masa depanku, melalui pernikahan ini aku tidak hanya ingin kau menjadi istriku di dunia yang fana ini saja. Aku juga ingin kau untuk bisa menjadi bidadari surgaku kelak. Beruntunglah diriku bisa memiliki dirimu tidak hanya sekali, tapi untuk selamanya di surga.

Tunggu aku istri masa depanku, tunggu suamimu ini. Aku masih dan akan tetap berjuang. Sematkanlah aku didalam do’a rindumu. Aku akan segera menjemput dan menghalalkanmu. Pastikan dirimu siap saat aku tiba ya Istriku. Bersabarlah, percayakan semua pada Allah.


Dari aku yang mencintaimu,


Suami Masa Depanmu.

***

Sabtu, 21 Maret 2015

Quality Time at Puncak Lawang



Udah lama sebenernya gua punya rencana untuk ngajak adik gua buat jalan². Gag harus ke tempat yang wah, tapi yang pasti bisa bikin perasaan senang dan Alhamdulillah itu baru bisa terealisasikan hari ini. Bertepatan dengan hari libur Nyepi, gua raun-raun berdua sama adik gua ke Puncak Lawang. Tempatnya yang gag terlalu jauh, dan pastinya sangat menyenangkan benar-benar menggoda gua buat kesana. Apalagi ini adalah pertama kalinya gua ke Puncak Lawang.

Jam tujuh pagi, dengan tunggangan Motor Honda Beat putih gua melesat bareng adik gua dari Lubuk Basung menuju Puncak Lawang. Udara pagi pedesaan yang segar serta hangatnya cahaya mentari menemani perjalanan kami. Danau Maninjau adalah view pertama yang kami nikmati. Spectacular….itulah yang terngiang di kepala saat melihat birunya air danau Maninjau yang memantulkan cahaya kuning matahari.

Kelok 44 (ampek puluah ampek) kami lewati dengan mulus. Meski hari libur, tapi karna masih pagi jadi volume kendaraan yang melintas tidak begitu banyak. Sebelum ke Puncak Lawang, kami sempat singgah dulu di Ambun Tanai. View disini juga indah, dan lo pasti tahu apa yang bakal terjadi selanjutnya. Yup,,, foto-foto… Keluarkan narsis lo, dek! Hahahahaha….

Ambun Tanai

Ambun Tanai

Ambun Tanai

Ambun Tanai
Sekitar satu jam perjalanan, kami pun sampai di tujuan utama. Puncak Lawang !! Alhamdulillah, cuaca pagi itu benar-benar cerah. Udara yang sangat dingin dan sejuk memenuhi paru-paru ini. Karna masih pagi, pengunjung yang datang belum begitu banyak jadi gua dan adik gua bebas untuk memilih spot-spot mana yang kami kehendaki buat berfoto-foto. Hahaha….


Puncak Lawang
Puncak Lawang
Puncak Lawang
Puas foto-foto, perut gua mulai bersuara. Bekal yang disiapkan Mama langsung gua sikat habis bareng adik gua. Makan ditepi jurang sambil liat birunya air Danau Maninjau dari atas bener-bener meyegarkan mata. Keren dah pokoknya. Gua jarang punya waktu berkualitas berdua dengan adik gua, dan ini adalah kesempatan yang gag mau gua sia-siain. Seenggagnya sebelum gua pergi diklat awal April besok ke Jakarta, gua udah bikin adik gua seneng :))





Maninjau, Sumatera Barat


***