Jumat, 24 Juli 2015

Malala Seharian di Kota Padang



Sebenarnya tulisan ini menyambung cerita tentang liburan keluarga gua dari Riau  yang mudik ke Sumatera Barat. Setelah sempat menikmati keindahan Pantai Pasir Putih di Tiku (ceritanya ada disini), dua hari kemudian rombongan langsung tancap gas ke kota Padang. Ayah yang sangat jarang pulang ke Padang sangat bersemangat membawa kami semua untuk pergi ke rumah Dadang, maklum dua Bapak-bapak ini sudah lama tidak berjumpa.

Kami semua berangkat meninggalkan kota Lubuk Basung sekitar pukul delapan pagi. Perjalanan aman terkendali meskipun masih ada beberapa kemacetan dibeberapa titik, ditambah lagi mobil yang sempat "batuk-batuk" di daerah Kota Pariaman setelah adu cepat dengan truk tronton pengangkut bahan bakar. Maklum mobil tua, udah agak "sesak nafas" kalau dipaksa bawa laju :D

Meski Lebaran sudah memasuki H+6, jarak Lubuk Basung - Padang yang biasanya tembus ditempuh dalam waktu 1½ atau paling lama 2 jam harus kami lalui selama 3 jam lebih. Mendekati tengah hari sekitar jam sebelas siang, panas terik dan hawa yang membuat keringat mengucur deras (sederas tangisan saat putus) menyambut kedatangan kami sekeluarga di rumah Dadang. Salam sana salam sini, cipika sana cipiki sini...

Lepas menunaikan sholat Dzuhur, dilanjutkan dengan makan siang dan setelah itu semua orang pada istirahat. Terjebak macet itu punya rasa (kangen) lelah tersendiri. Sore harinya lepas sholat Ashar, kami langsung menuju destinasi raun-raun di Padang kali ini. Tak lain dan tak bukan adalah Tapi Lauik (Tepi Laut). Jarak dari rumah Dadang menuju Taplau tidak terlalu jauh, cukup 10 menit  sudah langsung mendarat mulus.
Taplau with my fams

Taplau with my Little Brother
Sebagai tempat wisata paling dekat, Taplau sore itu ramai oleh pengunjung. Semua berbaur menjadi satu menikmati hembusan angin dan hangatnya sinar mentari sore. Ada yang membuat salut sama tempat ini, tidak seperti Kota Bukittingi yang sempat geger karna tarif parkir yang "meledak" sampai 20 ribu saat lebaran, di Taplau ini mau Lebaran ataupun enggag tarif parkirnya tetap normal. Gag jauh-jauh dari dua rebu perak....hahaha penting banget ya gua bahas ini, perhitungan banget kalau urusan uang keluar (harus dong!).
Diapit oleh Dua Orang Perempuan Terhebat Dalam Hidup Gua
Ayah gua yang sangat hobi memancing gag menyiakan-nyiakan kesempatan ini. Melihat debur ombak yang besar, beliau langsung (nyebur) mengambil alat-alat penacing yang sudah stand by di mobil. Namun karna kurang perhitungan, saat tengah asyik memancing tiba-tiba gulungan ombak datang dan nasib malang pun tak bisa ditolak, Ayah terkena hempasan air laut yang asin. Meskipun tidak jatuh, Ayah basah kusup dan lebih ngenesnya lagi banyak pengunjung Taplau tertawa melihat kondisi Ayah seperti yang seperti itu (padahal kami juga ikut ketawa, maafkan anakmu yang cengengesan ini ya Ayah). Kapok di "cium" ombak, Ayah pun hanya duduk-duduk di tepi Taplau :p

Susah Banget capture foto Ayah dan Ibu
Bareng Radha, ABG paling Labil se-Riau
Ini bukan foto orang pacaran. Ini cuman foto Mama dan Anak Laki-lakinya
Gag pernah pisah, selalu bertiga
Saat-saat yang ditunggu ketika datang ke Pantai tiba juga, yup sunset !!! Meski badan kurus gua kentara banget terlihat di foto ini, yang penting tetap ada bukti kalau gua dan sunset adalah combine yang pas (apa sih, gaje!), dan foto-foto ini disponsori oleh hape jadul gua.

Udah cocok jadi cover album religi belum? nyiahahaha

Entah apalah nama gayanya ini, asal jadi
Masih mau lanjut ceritanya gag!? Apa sampai disini aja? Lanjut aja lah ya, hahaha... Taplau beserta bonus Sunsetnya sudah puas kami nikmati. Raun-raun selanjutnya yang kami singgahi adalah Jembatan Siti Nurbaya. Meskipun gua udah pernah kesini, tapi rasanya kurang pas kalau belum membawa rombongan yang sudah jauh-jauh dari Riau sana untung datang ke tempat ini. Ketika kami sampai, macet total dijembatan membuat kami kebingungan. Antara mau pulang saja atau tetap disini. Koordinator parkir dan pengendara jalan yang parkir sembarangan membuat arus dua arah menjadi tersendat, meski pada akhirnya kami bisa juga untuk menikmati gurihnya (ciuman pertama) jagung bakar. Sayang beribu sayang, karna hari sudah malam jadi sesi foto-foto tidak bisa dilakukan. Hape jadul ini sungguh tidak bisa diajak berfoto saat gelap, huhuhu.... 

Nah, ada satu hal yang pengen gua beritahu. "Biasakanlah bertanya sebelum membeli, terutama harga", biar gag kaget pas bayar kayak gua. Delapan jagung bakar, ditambah dengan 2 pisang bakar dan 7 teh botol s*sro dibandrol dengan harga Rp 119.000,- Hahahaha, cukup mahal memang namun karna sekali-kali ya ga pa pa lah (walau gua tahu Ayah gua agak ngedumel pas ngebayar tagihannya).

Jam pun sudah menunjukkan pukul 22.30 malam namun raun-raun gua kali ini belum usai. Meskipun sempat pulang hanya untuk menunaikan sholat Isya, gua dan dua adik gua malala kembali dan tujuan kami malam ini adalah Masjid Raya Sumatera Barat. Masjid yang dimulai pembangunannya sejak tanggal 21 Desember 2007 ini rampung dan dibuka pada tanggal 7 Februari 2014. Wow, cukup lama juga ternyata. Ukiran yang menampilkan kaligrafi dan motif kain songket pada eksterior Masjid Raya sungguh sangat membuat decak kagum siapapun yang melihat. 

In front of tagline Masjid Raya

Duduk santai depan tagline Masjid Raya
Buat pengunjung yang mau berfoto di depan tagline Masjid Raya ini, demi kenyamanan bersama gua saranin untuk TIDAK MEMANJAT/MENAIKI/MENEKAN daripada huruf tagline tersebut. Kalau lo perhatiin dengan seksama, foto diatas menunjukkan kalau huruf D dari kata MASJID sudah miring dan itu sebenarnya sudah lepas, tapi "si pelaku" itu membuat huruf D seakan-akan masih berdiri dengan cara mengganjal huruf tersebut dengan dua batu besar sehingga masih bisa berdiri lagi. 'Kan gag lucu kalau pas mau foto lo malah dilarang sama penjaga/petugas masjidnya, dan juga untuk taman didepannya, please JANGAN DIPIJAK!

Watch your step!!
Rezeki anak baik emang gag pernah jauh, hahaha... Meski sudah larut malam, tapi ternyata gua  masih diizinkan oleh petugas Masjid untuk sekedar melihat-lihat bagian dalam masjid. Gerbang masuk masjid ini (gua lupa ngitung ada berapa) terbuat dari besi yang sangat kokoh dan banyak. Meskipun 90% dari lampu masjid telah dimatikan, namun tidak mengurangi kemegahan dari masjid ini. Saat memasuki masjid mungkin mulut gua menganga (untung gag ada yang memperhatikan). Ini masjid gila, gede banget!!! Karpet permadani dengan warna merah maroon pemberian dari Pemerintah Turki menjadi alas lembut masjid ini, belum lagi dengan mimbar khatib yang kalau gua bilang kece badai sekaleee... Masih belum cukup, Asmaul Husna dengan warna kuning emas cerah menghiasi langit-langit masjid. Subhanallah, rancak bana!!

Depan pintu gerbang masuk

Depan mimbar

Langit-langit masjid

Feeling so Free Here
Damn, sudah hampir setengah dua belas malam. Gua gag mau tidur di beranda rumah hanya karna gara-gara gua telat pulang. Seharian mengunjungi tiga tempat di kota Padang asli bikin lelah, tapi puasnya juga gag kalah hebat. Eh, by the way kapan lo kesini? Siapa tahu kita bisa jalan bareng :D

Padang, Sumatera Barat


***









2 komentar:

  1. mas kok gak mampir ke jam gadang? keren mas liburannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. hallo salaminzaghi
      waktu itu memang gag ada plan untuk ke jam gadang, karna macetnya luar biasa saat lebaran, jadi kami cari alternatif liburannya ke tempat-tempat yang volume pengunjungnya normal tapi masih tetap menarik :D

      Hapus