Kamis, 09 Juli 2015

Ketika Mama Sakit



Kalau tagline dari Avatar adalah “semua berubah saat Negara Api menyerang”, cerita gua kali ini taglinenya adalah “semua berubah saat DBD menyerang” dan kali ini yang diserang adalah Mama gua sendiri. Kisahnya begini…

Kamis, 2 Juli 2015
Sejauh yang gua ingat, hari itu suasana rumah masih seperti biasanya. Masih santai berleha-leha karna siang hari begitu terik. Rasa haus begitu terasa karna puasa. Malam harinya setelah sholat Isya, Mama langsung tidur. Tumben, pikir gua. Biasanya beliau santai-santai dulu sambil nonton tv.

Jum’at, 3 Juli 2015
Setelah rapi, bersih, dan wangi gua siap-siap hendak pergi ke Masjid menunaikan Sholat Jum’at berjamaah. Celingak celinguk mencari keberadaan Mama karna gua hendak pamitan mau pergi. Loh, siang hari yang begitu panas mama malah berselimut di dalam kamar. “Mama kenapa?”, tanya gua. Gua tempelkan tangan gua ke kening beliau. Terasa sangat panas, ini pasti demam. Waktu itu gua menduga cuman demam biasa, jadi gua cuman memberikan obat parasetamol saja. Berharap demam beliau segera sembuh.

Sabtu, 4 Juli 2015
Keadaan mama gua kian bertambah buruk. Pagi itu mama langsung dilarikan ke Puskesmas terdekat. Gua menduga ini bukan bintang demam biasa. Pasti DBD dan ternyata setelah diperiksa petugas paramedis memang positif DBD. Gua langsung balik pulang kerumah, menyiapkan semua kebutuhan selama di Puskesmas nanti. Mulai dari bantal, selimut, pakaian ganti lengkap, serta tiga botol air mineral besar yang gua beli di dekat rumah. DBD kan harus minum banyak air putih. Hari pertama dirawat, suhu tubuh mama naik turun secara drastis. Terkadang sangat panas, terkadang mengigil kedinginan seperti berada di kutub. Benar-benar unpredictable, ditambah lagi dengan mual dan mencret hebat. Puskesmas memang tidak selengkap Rumah Sakit, jadi gua harus bolak balik ke laboratorium untuk memberikan sampel darah dan rasanya hari itu lelah luar biasa. Ingin rasanya membatalkan puasa karna rasa haus yang ‘tak tertahankan, tapi Alhamdulillah masih kuat sampe Maghrib (hehehe…) Mama gua itu tipe orang yang sangat rewel kalau sedang sakit, bukannya gua gag tahu gimana rasanya kena DBD (karna waktu di Jogja dulu gua juga pernah kena DBD) tapi mama sangat susah disuruh untuk minum air putih. Kalaupun dipaksa, pasti muntah lagi. Hasil lab pun memberi gambaran serupa, trombosit mama turun sampe 126.000 dengan suhu 39,50C sangat membuat gua frustasi.

Minggu, 5 Juli 2015
Mama terlihat lebih baik daripada kemarin, bahkan beliau sudah mulai ada nafsu makan. Gag rewel lagi kalau gua suruh banyak minum, makan buah, dan minum obat. Hanya saja itu cuman bertahan beberapa jam. Panas tinggi kembali silih berganti dengan rasa dingin yang luar biasa. Ini bahkan berlanjut sampai malam. Gua gag bisa tidur karna harus memantau keadaan mama. Menemani ke kamar mandi, memegangkan gelas agar beliau bisa minum, memijit, atau sekedar mengelap keringat. Ngantuk banget, cuman gua tahan karna dulu gua juga dijagain full 24 jam hehehe…. Berbagai macam obat juga sudah gua berikan, mulai dari jus jambu biji, pocari sweat, sari buah kurma, air rebusan beras merah yang langsung gua pesan dari Padang bahkan ramuan herbal ANGKAK pun juga gag luput gua kasih. Namun tetap saja, apa yang sudah masuk ke dalam perut pasti dimuntahkan kembali.

Senin, 6 Juli 2015
Hasil lab di hari kedua dirawat menunjukan hasil yang cukup memuaskan, trombosit mama yang dari 126.000 naik menjadi 133.000. Meskipun begitu, rasa nyeri di ulu hati masih tetap ada. Muntah-muntah dan mencret gag pernah berhenti. Semakin parah saat malam hari, sedetikpun mama gag luput dari pantauan gua. Panas tinggi dan rasa dingin yang mengigil datang silih berganti kaya kenangan mantan.

Selasa, 7 Juli 2015
Yiiipppiiiiii, suhu tubuh mama sudah normal. Dari pagi sampai malam tidak ada perubahan drastis. Nafsu makan mama sudah kembali, bahkan beliau sudah bisa jalan sampai ke ruang tunggu di lorong Puskemas. Hasil lab di hari ketiga pun menunjukkan irama serupa. Trombosit mama sudah sampai 140.000 dan terus membaik. “Besok kita bisa pulang nih”, kata gua :))

Rabu, 8 Juli 2015
Ternyata kami cuman di PHPin. Mama kembali drop, namun bukan karna suhu tubuh yang tinggi, muntah, atau mencret lagi tapi karna sakit kepala yang luar biasa. Para paramedis yang berjaga dan dokter juga terheran-heran. Normalnya pasien DBD tidak mempunyai gejala seperti ini. Hari ini batal pulang mengingat kondisi mama yang tidak memungkinkan. Dari pagi, sakit kepala mama semakin bertambah parah, dan ini berlangsung sampai malam. Gua juga harus bolak-balik ke Rumah Sakit untuk membeli obat karna obat-obatan di Puskesmas tidak begitu lengkap.

Kamis, 9 Juli 2015
Sebenarnya fase kritis dari penyakit DBD mama sudah terlewati dan mama dinyatakan sembuh, namun gara-gara “penyakit dadakan” sakit kepala ini dokter enggan untuk mengizinkan mama untuk pulang. Tapi mama tetap bersikeras ingin pulang. Saat tulisan ini dibuat, mama gua sedang beristirahat dikamar. Sakit kepalanya memang tidak sehebat hari kemarin, cuman sepertinya suasana rumah lebih membuat nyaman dibandingkan dengan di Puskesmas. Obat-obatan yang diberikan oleh dokter nampaknya juga sudah mulai bereaksi dan Alhamdulillah sekarang kondisi mama gua sudah jauh lebih baik. Mungkin memang harus banyak istirahat, karna asli kena DBD itu bikin badan lemah selemah-lemahnya.

catatan : mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa mama gua dirawat di Puskesmas bukannya di Rumah Sakit. Gua dan keluarga punya alasan tersendiri kenapa memilih di rawat di Puskesmas. Ini sebenarnya simple namun sangat penting terutama bagi pasien. Keramahan. Yup, keramahan. Bukannya mau menjelek-jelekan RSUD gua sendiri, hanya saja para paramedis di RSUD disini terkenal dengan keramahannya yang rendah. Berbeda dengan di Puskesmas tempat mama gua dirawat, paramedis disini ramah dan ucapannya sopan. Namun diluar dari itu, sehat itu mahal memang terbukti adanya. So, tetap jaga kesehatan ya :))
Lubuk Basung, Agam

***

0 komentar:

Posting Komentar