Kamis, 19 Februari 2015

Jembatan Siti Nurbaya, Peninggalan Masa Lampau yang Tetap Memukau



Hallo Sobat Blogger semua, apa kabar? Semoga kabar baik selalu ya...
       
Sebenernya gag ada yang spesial ditanggal 19 Februari kali ini, gua masih berstatus single dan pengangguran (kapan kerjanya?) seperti biasa. Pagi ini gua bangun dengan rada² malas, kota Padang yang diguyur hujan sedari kemarin membuat suasana dingin sedingin hati yang tak mendapat kehangatan lagi tsaahhh... Sambil ngesot² (becanda) gua pergi mandi, setelah itu sarapan pagi dengan menu gulai telur ayam + sayur tumis kangkung buatan Bunda Aan. Uhh, suedapp coyy...

Gua punya kebiasaan kalau lagi makan ya harus sambil nonton tv, kalau hal ini gag dilakuin kurang afdol rasanya. Gonta-ganti channel, gua berhenti disalah satu siaran dengan ikon burung elangnya yang terkenal itu. Melihat beberapa berita gua baru ngeh kalau sekarang itu Hari Imlek. Bodo ah...gag ngaruh juga sama kejombloan dan kepengangguran gua. Nyam nyam nyam dan nyam kelar juga ritual sarapan pagi gua. Terus mau ngapain hari ini? Gua masih ngarep² cemas sama pekerjaan yang sudah gua kirim lamarannya dua hari yang lalu, tapi sampai sekarang belum juga ada panggilan. Nasib..nasib... Gua udah mulai bosan berdiam diri di dalam rumah. Setelah sholat Dzuhur, gua putuskan pokoknya hari ini gua harus keluar. Mau kemananya itu, urusan belakangan, yang penting gua jalan, and this's the story of my first solo traveller :))

Motor Honda Supra X 125 gua pacu menuju Selatan. Pantai Padang atau yang lebih masyarakat kenal dengan sebutan Taplau (Tapi Lauik Tepi Laut) menjadi destinasi gua kali ini. Selang 10 menit gua sudah mendarat sempurna di Jln. Samudera yang berada persis di sepanjang Taplau, tapi mendadak gua menjadi moody. Bosan juga tiap hari ke sini.  Gua pengen sesuatu yang beda, pengen pergi ke tempat yang belum pernah gua kunjungi. Mendadak gua terpikirkan akan Jembatan Siti Nurbaya. Salah satu ikonik kota Padang ini belum pernah gua kunjungi sekalipun (malu²in ya masak orang Minang gag pernah ke sana). Cuman masalahnya gua gag tahu dimana lokasi jembatan itu, tapi bodo ah inikan alone traveller, jadi gua harus berani meskipun gua buta akan informasinya. Satu-satunya yang gua ketahui adalah lokasi jembatan itu ada di Selatan Kota, dan itu berarti searah dengan Jln. Samudera ini. Motor pun gua gas semakin jauh ke Selatan. Belok sana belok sini, potong sana potong sini (udah kayak lagu potong bebek angsa aja), akhirnya gua nemuin juga Jembatan yang gua cari²...

Gua melongo, entah karna gua jarang kesini atau karna emang dasarnya gua suka melongo, begitu tiba di jembatan gua langsung berhentiin motor and you must be know what happens next. Yup, jepret sana jepret sini. Selfie sana selfie sini dengan bermodalkan hape Asus Zenfone 4 (hidup user Zeny) gua.

Selfie dulu...

Above and Under of Siti Nurbaya Bridge

Meskipun gua datang siang hari, tapi gua sama sekali gag menyesal. Jembatan Siti Nurbaya agak sepi di jam² segini. Pemandangannya jauh lebih jelas dilihat dari atas. Just for information, Jembatan Siti Nurbaya ini terletak diatas Sungai Batang Aro yang membelah kota Padang dan bermuara di Pantai Padang.

Jembatan Siti Nurbaya

Gag lengkap rasanya berwisata ke Jembatan Siti Nurbaya tanpa mengunjungi langsung tempat dimana nama pemilik jembatan ini dimakamkan. Yup, makam Siti Nurbaya. Namun masalahnya masih sama, gua sama sekali gag tahu dimana lokasinya berada. Iseng² gua mengedarkan (ganja) pandangan ke seluruh antariksa (lebay), dan gua melihat kumpulan anak² yang sedang main cabe²an, eh maksud gua main layangan (layangan cabe kali). Setelah gua nanya dimana lokasi makam Siti Nurbaya, gua dikasih tahu kalau makamnya itu ada di gunung di ujung pantai sana.

Anak² yang sedang bermain layangan.

Setelah mengucapkan terima kasih pada bocah² itu, gua langsung memacu motor menuju bukit.

Bukit Makam Siti Nurbaya

Namun sialnya, perjalanan gua agak berbau scoopy kali ini. Ketika menuju bukit, gua melihat iring²an jenazah yang diarak di dalam tandu oleh warga. Gua sempat ragu, apa gua lanjutkan saja perjalanan ini atau gua sudahi saja. Namun keputusan gua sudah bulat kayak bulatnya donat jajanan gua waktu SD buatan Mandeh.

Iring²an Jenazah

Gua pun memasuki sebuah perkampungan penduduk lokal. Disisi kanan muara banyak terdapat kapal² yang sedang bersandar

Perkampungan Lokal Warga

Pintu gerbang untuk masuk ke bukit makam Siti Nurbaya sudah mulai terlihat. Motor gua tiitipkan diparkiran yang tersedia (ya iyalah diparkiran, masak dipenitipan bayi).


Pintu Gerbang Masuk
Celinguk kanan, celinguk kiri. Pintu gerbangnya koq gag ada penjaga penjual karcisnya ya? Cuman ada 2 kemungkinan, penjaganya emang gag ada atau memang tempat wisatanya lagi tutup!? Senyuman kecurangan setanpun muncul. Asyik nih gag kena tiket masuk, bathin gua berkata. Tanpa ba bi bu lagi gua segera melewati gerbang dan berjalan ke arah kanan yang menjadi satu²nya jalan. Baru beberapa langkah berjalan, gua dipanggil seorang Bapak².  "Tiketnya, nak" ujar si Bapak. Yah, ternyata harus bayar juga. Meskipun tiketnya cuman goceng, tapi gua udah terlanjur senang karna gua kira bakal masuk gratis (dasar otak gratisan).

Tiket Masuk
Jalan menuju makam sudah sangat baik, dengan pemandangan laut disebelah kanan dan hijaunya bukit disebelah kiri sungguh sangat memanjakan mata dan menenangkan jiwa. Selain itu, jangan kaget ketika lewat ada anak² kecil yang menyapa dengan panggilan khas Minang Uda dan Uni. Mereka memang sudah diajarkan untuk selalu bersikap ramah dan menyapa para wisatawan yang berkunjung. Ah, mereka lucu sekali.

Jalan Menuju Makam Siti Nurbaya
Hal pertama yang bakal terlihat adalah sebuah meriam kuno peninggalan Belanda. Cuzzz..selfie lagi. Gua gag berani lama², hawa negatifnya terlalu banyak. Dada gua jadi sesak. Gua langsung ngacir dah...
Meriam Belanda
Gua gag tahu apa ini disebut hoki apa bukan, tapi dalam perjalanan menuju makam akan banyak monyet² asli penghuni bukit yang terlihat. Mereka memang monyet liar, tapi kalau dikasih makan langsung jinak, mungkin hahahaha... Kebetulan gua gag bawa makanan apa-apa, jadi gua cuman motret² mereka aja.
Monyet
Gua juga nemuin bangunan yang rada² membuat gua bingung. Bangunan yang memiliki tulisan BOW dibagian atasnya ini bisa dibilang bangunan gag jelas (kayak hidup gua kali ya gag jelas). Dibilang makam, entah. Dibilang bekas rumah bisa iya bisa enggag juga. Bodo ah, yang penting selfie.

Bangunan "gag jelas" BOW
Rasanya gua udah berjalan cukup lama diatas jalan beton ini. Namun ujung jalan masih belum juga terlihat. Makin lama treknya semakin menanjak. Dasar gua orangnya kurang olahraga, gua langsung ngos²an menuju atas bukit. Mana pengunjungnya lagi sepi, baru sadar ternyata gua sendirian di sini. Sendiri diantara rimbunan suara pohon yang berderik. Hiii....kalau dipikir² ini jalan² gila. Sudah sendirian, gag bawa bekal apa². Suara laut dan pohon kalau didengar kadang seperti bunyi suara kematian. Gua langsung keingat sama keranda jenazah yang gua lihat di jalanan tadi. Gua semakin merinding kala mengingat tujuan gua kesini adalah mau melihat makam juga. Ondeh mandeh, gua koq mendadak merinding disko kayak gini ya...

Naik terusss...
Tujuan utama akhirnya terlihat juga. Thanks God.

Tapi ini koq jalannya buntu ya, makamnya dimana? Sontak gua kesel gag ketulungan. Udah capek² daki gunung (baju gua sampe banjir basah keringat), eh malah ketemu jalan buntu. Ini bener jalannya apa kagag sih?? Eitss,,tunggu dulu. Setelah gua perhatikan, diantara dua celah batu besar ada jalan menyempit yang menuju ke bawah. Mungkin ini jalannya. Sempat ragu, tapi gua tetap pergi ke celah batu tersebut.

Benar ternyata pemirsaaahhhh (pakai huruf hhhhhh), ternyata disinilah makam Siti Nurbaya yang tersohor itu. Makam putih yang dibalut kain orange itu tampak begitu dingin, kesepian, dan sangat terasa mistiknya. Mana posisi gua lagi sendirian disini, gag ada orang sama sekali. Alamak, ngapainlah gua kesini (stupid) >__<

Makam Siti Nurbaya
Cuman berani lihat dari atas. Gua gag bisa turun kebawah selain karna jalan tangga yang curam, gua ngerasa gag boleh aja buat turun kesana (semacam ditolak gitu). Cuman jepret 4 foto, gua langsung ngacir. Gua gag tahan lagi, gua gag mau kejang-kejang disini sendirian. Terlalu banyak energi negatifnya, meskipun disekitar makam juga banyak sih positifnya.

Sepanjang perjalanan turun bukit. Gua gag habis pikir kenapa Siti Nurbaya harus dimakamkan ditempat terpencil seperti itu. Apa mungkin karena kisah percintaannya yang gag kesampaian dengan Syamsul Bahri, sehingga ketika dia meninggalpun tetap dalam kesendirian sama seperti ketika dia hidup, sendiri tanpa ada orang yang dicintai disisi. Entahlah, entah itu benar makamnya atau tidak, yang penting gua puas uas uas uas untuk perjalanan kali ini.

Sebelum pulang, gua sempat singgah dulu di Pasar Raya. Niat awal pengen ngisi perut (laper gara² naik bukit). Gua sebenarnya pengen makan soto, tapi mungkin karna haus entah kenapa gua malah pesen Es Tebak. And you know what?? Harga Es Tebaknya mahal gila. Masak satu gelas porsinya dibandrol 17.000 Rupiah!!??. Besok² males dah makan disini lagi -___-"

Es Tebak "mahalllll"



Biaya Pengeluaran :
>> Beli Bensin                                   = Rp. 10.000,-
>> Tiket Masuk Gunuang Padang     = Rp.   5.000,-
>> Parkir Motor Gunuang Padang     = Rp.   2.000,-
>> Es Tebak                                       = Rp. 17.000,-
>> Parkir Pasar Raya                          = Rp.   2.000,-
           
                                                   Total = Rp. 36.000,-


Padang, Sumatera Barat


***

2 komentar: