Teruntuk Istri Masa Depanku
Entahlah, laki-laki itu paling sulit untuk mengatakan cinta secara verbal. Oleh sebab itu aku beranikan diri untuk menulis surat ini dengan harapan agar kata yang tak bisa diucapkan oleh bibir ini bisa tersampaikan. Hanya untukmu, untukmu seorang.
Kau
tahu, orang bilang mempercayai sesuatu tanpa melihat langsung dengan mata
kepala sendiri adalah bodoh. Tetapi bagiku, mempercayai bahwa aku jatuh cinta
padamu adalah suatu hal yang pasti. Pasti ada, sebagaimana aku meyakini bahwa
Allah itu memang ada dan Nabi Muhammad itu memang nyata adanya. Saat ini, aku
memang buta akan siapa dirimu. Bagaimana dirimu, dimana kau tinggal, apa yang
sedang kau lakukan saat ini bahkan aku tidak tahu apakah kau juga sedang
memikirkanku sebagaimana aku memikirkanmu saat ini?
Istri
masa depanku, dengarkanlah. Aku selalu menyematkan namamu didalam bait do’a-do’aku.
Memohon pada Yang Maha Kuasa agar aku bisa menikahimu suatu hari kelak. Sajadah
sebagai tempat aku memohon meletakkan kepalaku dalam posisi yang paling rendah,
memohon agar kau bisa menjadi teman hidupku. Walau demikian, aku tidak ingin
tergesa-gesa untuk bisa menemuimu. Aku pinta pada Allah untuk semakin
mematangkan pikiranku, agar saat kita bertemu kelak kau akan merasa bahwa aku
memang calon imam yang pantas untuk dirimu.
Wahai
istri masa depanku, saat ini aku tengah terengah-rengah mendaki untuk bisa
meraih mimpi-mimpiku. Oleh sebab itu, kumohon kau untuk bersabar dan tetap
mendoakanku dari jauh agar saat kita bertemu nanti kau tak kan perlu menderita.
Kau
adalah orang yang akan paling tahu tentang luar dan dalamnya diriku. Aku
berharap kau akan selalu menyemangati diriku saat kelelahan. Kau akan menuruti
segala kata-kataku dan menjadi istri sholehah yang patuh, tapi tenang saja aku
tidak akan mengekang hidupmu setelah menjadi istriku. Aku tidak sejahat itu
sayang. Layaknya berhijab, kau akan merasa terbuka saat tertutup. Kebebasan
adalah hak dirimu selama masih layak sebagai seorang istri. Kau akan tetap
terus menyiram cinta kita setiap hari sehingga pohon tersebut akan tumbuh
semakin besar dan menancap dalam dihati kita masing-masing.
Saat
kita pergi ke suatu tempat. Akulah yang akan menanggung semua bebanmu dan
sebagai istri yang berbakti kau akan selalu siap untuk mengusir semua rasa
lelahku. Jika hari ini aku hanya berfotokan seorang diri, percayalah suatu hari
nanti akan ada foto dimana tanganku memagang kamera dan kau memeluk erat
pinggangku dengan senyum. Senyum kita mengembang memancarkan kebahagiaan,
istriku.
Aku
sadar, pernikahan kita tidak akan selamanya mulus. Tetapi layaknya nahkhoda
yang mengendalikan sebuah kapal, aku akan selalu butuh dirimu untuk memperbaiki
semuanya. Tanpa dirimu, aku akan gagal membangun pernikahan ini. Jika suatu
saat nanti, aku tidak adil dan bijak dalam memimpin aku mohon kau untuk tidak
segan-segan menegurku. Aku hanya manusia biasa dan juga bisa salah. Apapun yang
kau katakan padaku, pastilah untuk kebahagiaan kita berdua.
Wahai
istri masa depanku, melalui pernikahan ini aku tidak hanya ingin kau menjadi
istriku di dunia yang fana ini saja. Aku juga ingin kau untuk bisa menjadi
bidadari surgaku kelak. Beruntunglah diriku bisa memiliki dirimu tidak hanya
sekali, tapi untuk selamanya di surga.
Tunggu
aku istri masa depanku, tunggu suamimu ini. Aku masih dan akan tetap berjuang. Sematkanlah
aku didalam do’a rindumu. Aku akan segera menjemput dan menghalalkanmu.
Pastikan dirimu siap saat aku tiba ya Istriku. Bersabarlah, percayakan semua
pada Allah.
Dari aku yang mencintaimu,
Suami Masa Depanmu.
***